Rasululloh bersabda : bahwa Alloh berfirman:
Siapa pun yang memusuhi "wali" ku, maka aku perkenankan untuknya "perang".
Dan tidaklah hambaKu ber "taqorrub" kepadaku dengan sesuatu yang lebih aku aku cintai dari pada apa yang telah aku wajibkan untuknya.
Dan tiada berhenti hambaKu ber taqorrub kepadaku dengan "nawafil", sampai aku benar mencintainya.
Dimana Aku akan jadi menjadi pendengaran dari apa yang ia dengarkan.
Aku akan menjadi penglihatan dari apa yang ia lihat.
Aku akan menjadi tangan dari apa yang ia pegang dengan keras.
Aku akan menjadi kaki saat ia berjalan.
Jika dia memohon kepadaKu, benar benar akan kuberikan untuknya.
Jika ia memohon perlindungan, benar benar Aku akan melindunginya.
Dan aku tidak kesana kemari (bingung) untuk sesuatu, yang aku lah pelakunya, seperti terhadap seorang mukmin yang membenci kematian, dan Aku pun membenci membuat keburukan untuknya.
(5) Jika dia memohon kepadaKu, benar benar akan kuberikan untuknya. Jika ia memohon perlindungan, benar benar Aku akan melindunginya.
A. Ciri wali : eksternal Setinggi apa yang dirasakan seorang wali menghadap Tuhannya, adalah do'a yang akan disampaikan. Semakin tinggi dan dekat dengan tuhannya, semakin merasa tidak dapat berbuat apa apa. Seolah tentara berpangkat rendah yang semakin dekat jendralnya, semakin diam tanpa kata, namun siap menerima segala perintah dengan penuh kebanggaan. Inilah sikap yang terlihat dari seorang hamba yang merasa semuanya telah diatur oleh Alloh. Kata 'insya Alloh' tidak sekedar kata yang seolah berarti 'jangan jangan Alloh berkehendak lain'. Tapi memang berasa betul, bahwa apa yang terjadi sekarang dan nanti memang sudah diskenario. B. Muatan do'a Hidup di dunia hanya punya dua warna, yakni roja' (harapan) untuk mendapat ni'mat, dan khouf (kecemasan) terkena hal menyengsarakan. Apapun doa yang dihaturkan, pasti tidak terlepas dari dua hal ini. Doa itu sendiri tentu sekedar proposal hamba kepada Tuhannya, entah nanti terkabul seperti yang diinginkan, atau diganti, ditunda, ataukah dicicil, itu sudah hak prerogratif Alloh. Setiap mu’min yang berdoa pasti akan bilang demikian, dan tentu saja utamanya para wali. Namun probabiliti terkabulnya doa sesuai target yang diinginkan, bahkan dilebihkan, tentu mereka para wali lebih berhak mendapatkannya dari pada yang lainnya. Bahkan Nabi bersabda, Alloh menggaransi doa para wali. Bila mohon sesuatu akan diberi, dan bila mohon perlindungan, akan dilindungi.
(6) Dan aku tidak kesana kemari (bingung) untuk sesuatu, yang aku lah pelakunya, seperti terhadap seorang mukmin yang membenci kematian, dan Aku pun membenci membuat keburukan untuknya.
A. Terlihat aneh Kata taroddudi bermakna bingung. Padahal mustahil Alloh bingung. Begitu juga tidak mungkin Rasululloh tidak tahu, bila hal itu mustahil bagi Alloh. Untuk itu, kata ini berarti sama dengan kata sebelumnya terkait telinga, mata, tangan dan kaki, yang kesemuanya bermakna kiasan. Dan tentu saja dimaklumi bahwa kiasan tidak akan dilakukan kecuali untuk menyampaikan (bayan) hal yang perlu ditegaskan, dilebihkan, dan atau dipercantik pada sisi maknanya. B. Bagaimana bisa terjadi ? Kebingungan ini terjadi saat ada beberapa kondisi terbaik namun menuntut kesimpulan berbeda. Dan perlu ditegaskan kembali, bahwa kebingungan ini sekedar kiasan saja. Tidak kemudian diartikan bila Alloh ta’ala tidak punya keputusan pasti dan tetap. Kebingunangan terjadi saat ; Pertama : bahwa Alloh suka pada hamba yang kontinyu melakukan nawafil, dimana tentu akan banyak asmaNya disebut manja, diperdendangkan dalam dzikir melankolis dan dilantunkan dalam untaian doa asmara hambanya yang mu’min. Bila sang mu’min mati, tentu mati pula kontinyuitas cintanya dan berganti dimensi dalam dar jaza’ (ruang ganjaran). Kedua : semua makhluq pasti ada limit dan porsinya. Bila ajal telah tiba, sesaat pun tidak bisa maju atau mundur. Ibarat sedang mesra-mesranya berpacaran, sepasang kekasih tak ingin sedetikpun waktu terlewat dan hati terasa begitu nelangsa saat berpisah. Namun bagaimana lagi, bila ada hal lain yang perlu dikerjakan. C. Mu’min yang wali benci mati Hal sama dialami pula oleh mu’min sang kekasih Alloh. Kematiannya adalah ketetapan pasti yang juga menjadi kematian nawafil nya selama ini. Namun disisi lain perjumpaan dengan Alloh secara hakiki adalah target puncak sebenarnya. Suatu situasi dan kondisi sangat membingungkan bagi yang merasakan dan terlibat didalamnya. Dalam satu riwayat hadits disebut ;
Baca dulu dimari : bagian pertama
(5) Jika dia memohon kepadaKu, benar benar akan kuberikan untuknya. Jika ia memohon perlindungan, benar benar Aku akan melindunginya.
A. Ciri wali : eksternal Setinggi apa yang dirasakan seorang wali menghadap Tuhannya, adalah do'a yang akan disampaikan. Semakin tinggi dan dekat dengan tuhannya, semakin merasa tidak dapat berbuat apa apa. Seolah tentara berpangkat rendah yang semakin dekat jendralnya, semakin diam tanpa kata, namun siap menerima segala perintah dengan penuh kebanggaan. Inilah sikap yang terlihat dari seorang hamba yang merasa semuanya telah diatur oleh Alloh. Kata 'insya Alloh' tidak sekedar kata yang seolah berarti 'jangan jangan Alloh berkehendak lain'. Tapi memang berasa betul, bahwa apa yang terjadi sekarang dan nanti memang sudah diskenario. B. Muatan do'a Hidup di dunia hanya punya dua warna, yakni roja' (harapan) untuk mendapat ni'mat, dan khouf (kecemasan) terkena hal menyengsarakan. Apapun doa yang dihaturkan, pasti tidak terlepas dari dua hal ini. Doa itu sendiri tentu sekedar proposal hamba kepada Tuhannya, entah nanti terkabul seperti yang diinginkan, atau diganti, ditunda, ataukah dicicil, itu sudah hak prerogratif Alloh. Setiap mu’min yang berdoa pasti akan bilang demikian, dan tentu saja utamanya para wali. Namun probabiliti terkabulnya doa sesuai target yang diinginkan, bahkan dilebihkan, tentu mereka para wali lebih berhak mendapatkannya dari pada yang lainnya. Bahkan Nabi bersabda, Alloh menggaransi doa para wali. Bila mohon sesuatu akan diberi, dan bila mohon perlindungan, akan dilindungi.
(6) Dan aku tidak kesana kemari (bingung) untuk sesuatu, yang aku lah pelakunya, seperti terhadap seorang mukmin yang membenci kematian, dan Aku pun membenci membuat keburukan untuknya.
A. Terlihat aneh Kata taroddudi bermakna bingung. Padahal mustahil Alloh bingung. Begitu juga tidak mungkin Rasululloh tidak tahu, bila hal itu mustahil bagi Alloh. Untuk itu, kata ini berarti sama dengan kata sebelumnya terkait telinga, mata, tangan dan kaki, yang kesemuanya bermakna kiasan. Dan tentu saja dimaklumi bahwa kiasan tidak akan dilakukan kecuali untuk menyampaikan (bayan) hal yang perlu ditegaskan, dilebihkan, dan atau dipercantik pada sisi maknanya. B. Bagaimana bisa terjadi ? Kebingungan ini terjadi saat ada beberapa kondisi terbaik namun menuntut kesimpulan berbeda. Dan perlu ditegaskan kembali, bahwa kebingungan ini sekedar kiasan saja. Tidak kemudian diartikan bila Alloh ta’ala tidak punya keputusan pasti dan tetap. Kebingunangan terjadi saat ; Pertama : bahwa Alloh suka pada hamba yang kontinyu melakukan nawafil, dimana tentu akan banyak asmaNya disebut manja, diperdendangkan dalam dzikir melankolis dan dilantunkan dalam untaian doa asmara hambanya yang mu’min. Bila sang mu’min mati, tentu mati pula kontinyuitas cintanya dan berganti dimensi dalam dar jaza’ (ruang ganjaran). Kedua : semua makhluq pasti ada limit dan porsinya. Bila ajal telah tiba, sesaat pun tidak bisa maju atau mundur. Ibarat sedang mesra-mesranya berpacaran, sepasang kekasih tak ingin sedetikpun waktu terlewat dan hati terasa begitu nelangsa saat berpisah. Namun bagaimana lagi, bila ada hal lain yang perlu dikerjakan. C. Mu’min yang wali benci mati Hal sama dialami pula oleh mu’min sang kekasih Alloh. Kematiannya adalah ketetapan pasti yang juga menjadi kematian nawafil nya selama ini. Namun disisi lain perjumpaan dengan Alloh secara hakiki adalah target puncak sebenarnya. Suatu situasi dan kondisi sangat membingungkan bagi yang merasakan dan terlibat didalamnya. Dalam satu riwayat hadits disebut ;
من أحب لقاء الله أحب الله لقاءه، ومن كره لقاء الله كره الله لقاءه. فقلت: يا نبي الله أكراهية الموت؟ فكلنا نكره الموت. فقال: ليس كذلك، ولكن المؤمن إذا بشر برحمة الله ورضوانه وجنته أحب لقاء الله فأحب الله لقاءه، وإن الكافر إذا بشر بعذاب الله وسخطه كره لقاء الله وكره الله لقاءه
Sayyidah A'isyah meriwayatkan bahwa Rasululloh bersabda : siapa suka berjumpa dengan Alloh, maka Alloh suka berjumpa dengannya. dan barangsiapa yang benci berjumpa dengan Alloh, maka Alloh pun benci berjumpa dengannya. Lalu aku (S. Aisyah) bertanya: wahai Nabi Alloh, apakah maksudnya itu benci kematian? bukankah kita semua tidak suka kematian ? Rasululloh menjawab : tidak demikian, namun maksudnya, seorang mukmin bila (menjelang kematiannya) akan diberi kabar gembira mendapat rahmat, ridho dan surga Alloh, maka dia senang sekali untuk berjumpa dengan Alloh, dan Alloh pun juga akan suka berjumpa dengannya. (Sebaliknya) sungguh orang kafir bila (menjelang kematiannya) diberi kabar gembira mendapat adzab dan kemurkaan Alloh, dia tentu tidak suka berjumpa dengan Alloh dan Alloh pun tidak suka berjumpa dengannya.
Namun hadits ini seolah berbanding terbalik dengan hadits diatas. Dan ilustrasi ini dibawah ini menjadi kompromi keduanya : Seorang wali mu’min yang kontinyu dalam nawafil, ibarat seorang pemuda yang menyukai gadis serta berusaha melamarnya. Gayung bersambut, si gadis menerima dan disimbolkan dalam pertunangan (khitbah). Memupuk rasa dan cita saat berpacaran dan semua terasa indah, dipelupuk mata hanya terlihat pesona si gadis, apa yang diraba dan dipegang juga seolah sentuhan lembutnya. Dunia begitu indah seolah hanya milik mereka berdua. Dan saat tiba tanggal pernikahan sebagai target tujuan selama ini, deg-degan terasa memenuhi dada serta suka cita tiada tara, saat tapak kaki melangkah naik di singgasana tertinggi maghligai cinta pelaminan. Tetapi setelah itu, romantisme tentu akan berkurang seiring “petualangan cinta” saat mesra berpacaran. Sudah tak ada lagi denyut kerinduan dan hilang pula lika liku pengorbanan untuk hanya sekedar membuktikan bahwa dirinya benar-benar cinta. Seorang yang sudah menikah tentu mengiyakan, dan sering ingin kembali bernostalgia seperti dulu saat saat indah berpacaran. D. Alloh tidak akan membuat buruk waliNya Suatu garansi ilahi diberikan untuk wali kekasih Alloh. Kalaulah ada kekasihNya yang terlihat bernampilan tidak seperi orang pada umumnya, tetaplah diyakini bahwa Alloh tidak ada berkehendak membuatnya seperti demikian kecuali sebagai ujian (bala’). Tentu tidak lah logis bila sepasang kekasih saling menyakiti satu sama lainnya ?!?.
والله أعلم
Suka artikel diatas ?, Silahkan Klik :
POSTING : Jangan Memusuhi Kekasih Alloh (02)
SHARE : Bagikan untuk teman anda. Semoga bermanfaat dan terima kasih.