Yan Nabi: Cara berdo'a (Al-A'rof 205)

Terjemah :
Dan dzikir kan Tuhan anda dalam diri anda dengan merendahkan diri serta rasa takut, dan dengan merendahkan dari kerasnya suara, baik di waktu di pagi hari maupun petang, dan janganlah anda termasuk orang-orang yang lalai.

Surat Al-A’rof ini mengajarkan cara berdzikir kepada Alloh Subhanahu Wata’ala. Dimana dalam ayat ini ada 9 titik fokus yang perlu diperhatikan.

Pertama : واذكر sebagai tujuan.
Dzikir bisa bermakna mengingat atau menyebut. Dan bila merujuk pada ayat :

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sungguh segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai taqdir Al-Qomar 49

Atau bila segala sesuatu telah ditaqdirkan oleh Alloh, maka apapun bentuk do’a dan ibadah, hakekatnya adalah bertujuan untuk ingat lalu menyebut nama Alloh yang sesuai dengan haliyah keadaan sang pemohon.

Kedua : ربك sebagai target sasaran
Sangat perlu dicamkan betul akan tujuan kepada siapa seseorang berdzikir atau berdo’a. Bahwa apapun hajat keinginan seharusnya tidak boleh bercampur dengan ibadah yang sedang berlangsung. Untuk itu baiknya beribadah dahulu lalu berdo’a menyampaikan hajatnya. Demikian itu agar tidak terjebak dalam tiga kesalahan besar:

Syirik dengan terbayang ingin Alloh dan syahwat kehendaknya

Berdo’a hanya sebagai batu loncatan memenuhi hasrat syahwatnya

Lupa bahwa hal duniawi hanya sekedar bekal

Ketiga : في نفسك sebagai intropeksi diri
Nafsun adalah rangkaian antara ruh dan jasad. Untuk itu syahwat nafsiyah biasanya terbentuk dari kepuasan diri yang terasa di badan hingga direlung kalbu. Memang diseputar itulah kepuasan nafsu, sehingga Alloh perlu mengingatkan agar ada keseimbangan antara keduanya, dan tidak hanya mementingkan kepuasan jiwa atau kepuasan yang lebih rendah lagi, yaitu kepuasan jasmani.

Keempat : تضرعا sebagai posisi badan
Tadhorru’ atau menundukkan kepala serta badan sebagai cermin sikap patuh, terima apa adanya, memelas, pasrah dan lain lainnya. Bolehlah terbayang sikap dan posisi saat seorang pengemis kelaparan memelas meminta minta. Tidak seperti sikap tentara kepada atasannya yang hanya menampakkan posisi hormat dengan badan tegak, siap siaga. Ini benar, namun bila situasinya adalah saat mengemis dan memohon, rasanya tidak bisa dibenarkan dengan sikap demikian.

Kelima : خيفة sebagai ungkapan situasi
Khiifah atau rasa takut tentu harus pula untuk diperhatikan. Bagaimana tidak ? apakah do’a minta lagi itu ;

sudah ada terima kasih atas ni’mat sebelumnya ?

berani menanggung amanah bersyukur?

tidak besar pasak dari pada tiang?

tidak malu meminta terus ?

menambah amal ibadah ?

mengurangi iman, bila tidak diberikan?

menambah zuhud ?

menambah qona’ah ? dlll...

inilah seperti dikatakan

رأس الحكمة مخافة الله

puncak hikmah adalah takut kepada Alloh

Keenam :دون الجهر من القول sebagai sikap lesan
Duuna artinya bawah, jahri berarti nada keras. Jadi ‘duunal jahri minal qoul’ dimaksudkan mengatur nada suara dibawah suara keras. Senada dengan hal ini ayat :

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

jangan anda mengeraskan nada suara saat sholat anda,
namun jangan pula lirih samar,
carilah solusi antara hal itu
Al-Isro’ 110

Atau jangan bersuara terlalu keras, dan jangan pula terlihat cuma komat-kamit saja. Lakukan opsi terbaik diantara keduanya.

Ketujuh : بالغدو sebagai waktu terbaik pertama
Kedelapan : الأصال sebagai waktu terbaik kedua

Redaksi kedua waktu terbaik ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an begitu juga dengan redaksi lain yang semakna, seperti :

واذكر ربك كثيراً وسبح بالعشي والإبكار آل عمران 41

فأوحى إليهم أن سبحوه بكرة وعشياً مريم 11

ولا تطرد الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي الأنعام 52

النار يعرضون عليها غدواً وعشياً غافر 46

إنا سخرنا الجبال معه يسبحن بالعشي والإشراق ص 18

فسبحان الله حين تمسون وحين تصبحون.
وله الحمد في السموات والأرض وعشياً وحين تظهرون الروم 17- 18

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ هود 114

وسبح بحمد ربك قبل طلوع الشمس وقبل غروبها طه 130

يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكراً كثيراً
وسبحوه بكرةً وأصيلاً الأحزاب 41 - 42

Memang ada sedikit perbedaan ulama’, apakah waktu terbaik antara keduanya? Terjawab melalui ayat

حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى
وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ

البقرة 238

Jaga lah sembahyang, dan sembahyang Wusta,
dan berdiri lah karena Allah dengan tenang

Namun apakah yang dimaksud sholat wustho (tengah) itu? Ada perbedaan ulama’ lagi, tetapi mayoritas menyatakan bahwa itu adalah waktu ‘Ashar, seperti dalam ayat :

وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Satu lagi pertanyaan, bila yang terbaik adalah sholat ashar, kenapa semuanya menyatakan “pagi dulu baru sore” ?
Terjawab dengan teori ; sisi pandang berbeda berakibat status yang berbeda pula. Bila terkait dengan sholat sebagai sarana mi’roj (naik ke langit), maka ashar jawabannya. Bila untuk lebih membumi sebagai sarana bersosial dan mengais rizqi, maka waktu subuh adalah kata yang tepat.

Kesembilan : ولا تكن من الغافلين sebagai sarana untuk fokus
Jangan berdo’a dan berdzikir dalam keadaan lalai akan muatan yang dimohonkan. Seperti yang disabdakan Rasululloh :

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة
واعلموا أن الله لا يقبل دعاء من قلب غافل لاه

Berdo’alah kepada Alloh penuh keyaqinan akan dipenuhi, dan ketahuilah bahwa Alloh sungguh tidak menerima do’a dari hati yang lalai dan main-main
Demikian cara terbaik mengingat dan atau menyebut Alloh selaku Tuhan yang memiliki, mengatur dan berkuasa atau segala semesta.