Ibarat sebuah kendaraan transportasi, tak semua orang harus, mampu atau ngotot berebut menjadi sopir. Terkadang memang harus tahu diri, mengalah atau bahkan memilih menjadi penumpang karena memang tidak mau repot. Salah satunya adalah Syaikh Ibnu Taimiyah. Banyak hal yang perlu dicontoh dari beliau, sebagai sopir umat penuntut ilmu.
Beliau adalah seorang cendekia yang lahir pada hari Senin 10 Rabiu'ul Awal tahun 661H di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajlah (Tigris) dengan Efrat , dimana olah pikirnya sangat mumpuni, namun setimbang pula dengan olah batinnya.
Al-Hafid umar bin Ali Al-Bazzar murid Syaikh Ibnu Taimiyah berkata :
Aku tahu kebiasaan beliau, manakala setelah sholat fajar (subuh), beliau takkan bicara pada siapapun kecuali terpaksa. Beliau perdengarkan dzikir untuk dirinya atau orang disampingnya, dan seringkali mendongakkan kepala ke arah langit, begitu seterusnya sampai matahari terbit dan waktu terlarang sholat berakhir.
Dan ketika masih tinggal di Damaskus, aku selalu berada disampingnya baik siang ataupun malam. Beliau mendekatiku dan bahkan membuatku duduk disampingnya. Akupun tahu apa yang beliau baca dalam dzikirnya. Beliau membaca Al-Fatihah serta mengulanginya terus menerus mulai waktu fajar sampai terbit matahari.
Begitu juga Syaikh Ibnu Taimiyah berkata :
Barangsiapa yang setiap hari, 40 kali, antara sholat sunnat fajar (subuh) dan sholat fajar (subuh) melanggengkan bacaan
Maka ia akan mendapatkan hati yang hidup takkan mati.
Pernah beliau ditanya shohih tidaknya hadits tentang seseorang yang membaca tahlil 70 ribu kali, kemudian ia hadiahkan kepada mayit agar bisa menjadi kebebasannya dari api neraka, dan apakah hal itu sampai kepada si mayit?
Beliau menjawab: membaca tahlil kurang atau lebih dari 70 ribu kali, lalu kemudian dihadiahkan kepada mayit, Alloh akan memberikan keuntungan untuk si mayit. Ini tidak terkait- dengan shohih tidaknya hadits tersebut.
Lalu apakah hadiah dzikir kepada mayit, yang terangkai dari tasbih, tahmid, tahlil dan takbir bisa sampai?
Beliau menjawab lagi : jika keluarga mayit membaca tasbih, takbir atau segala dzikir lillahi taala, lalu dihadiahkan kepada mayit maka hal itu akan sampai kepadanya.
Lalu bagaimana jika ada sekelompok orang yang berdzikir dengan mengkhatamkan Al-Qur_an pada awalnya, lalu berdoa untuk muslimin baik yang hidup maupun telah meninggal, lalu mereka berbarengan membaca tasbih, tahmid, tahlil takbir, hawqolah, kemudian bersholawat Nabi. Terkadang ada yang kurang berkenan karena disertai tepuk tangan, bahkan dzikir berhenti karena perlu mendengarkan (ceramah/qasidah/nasyid)?
Kesimpulan jawaban menunjukkan bahwa berkumpul untuk dzikrulloh, mendengarkan ayat-ayat Al-Qur_an begitu pula berdoa adalah amal sholeh. Bahkan termasuk taqorrub dan ibadah yang utama. Namun tidak kemudian dilangsungkan pada waktu atau tempat tertentu secara terus menerus, kecuali kebiasaan-kebiasaan yang sudah diajarkan Rasululloh.
Adapun penggunaan untaian tasbih untuk alat bantu berdzikir, beliau menerangkan bahwa bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangan adalah sunnah Rasululloh. Namun bagus juga penggunaan alat bantu semacam kerikil, biji-bijian atau yang lain, seperti halnya dilakukan oleh beberapa sahabat Nabi. Adapun penggunaan untaian tasbih atau sejenisnya, ada yang membolehkan ada pula yang sependapat. Tetapi sebetulnya jika niatnya baik maka hal itu tidak apa-apa. Sedangkan jika penggunaannya tidak perlu sekali atau bahkan hanya untuk diperlihatkan pada orang lain, maka ini jelas riya.
Beliau adalah seorang cendekia yang lahir pada hari Senin 10 Rabiu'ul Awal tahun 661H di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajlah (Tigris) dengan Efrat , dimana olah pikirnya sangat mumpuni, namun setimbang pula dengan olah batinnya.
Al-Hafid umar bin Ali Al-Bazzar murid Syaikh Ibnu Taimiyah berkata :
Aku tahu kebiasaan beliau, manakala setelah sholat fajar (subuh), beliau takkan bicara pada siapapun kecuali terpaksa. Beliau perdengarkan dzikir untuk dirinya atau orang disampingnya, dan seringkali mendongakkan kepala ke arah langit, begitu seterusnya sampai matahari terbit dan waktu terlarang sholat berakhir.
Dan ketika masih tinggal di Damaskus, aku selalu berada disampingnya baik siang ataupun malam. Beliau mendekatiku dan bahkan membuatku duduk disampingnya. Akupun tahu apa yang beliau baca dalam dzikirnya. Beliau membaca Al-Fatihah serta mengulanginya terus menerus mulai waktu fajar sampai terbit matahari.
Begitu juga Syaikh Ibnu Taimiyah berkata :
Barangsiapa yang setiap hari, 40 kali, antara sholat sunnat fajar (subuh) dan sholat fajar (subuh) melanggengkan bacaan
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ لاَ إلَهَ إِلاَّ أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ
Maka ia akan mendapatkan hati yang hidup takkan mati.
Pernah beliau ditanya shohih tidaknya hadits tentang seseorang yang membaca tahlil 70 ribu kali, kemudian ia hadiahkan kepada mayit agar bisa menjadi kebebasannya dari api neraka, dan apakah hal itu sampai kepada si mayit?
Beliau menjawab: membaca tahlil kurang atau lebih dari 70 ribu kali, lalu kemudian dihadiahkan kepada mayit, Alloh akan memberikan keuntungan untuk si mayit. Ini tidak terkait- dengan shohih tidaknya hadits tersebut.
Lalu apakah hadiah dzikir kepada mayit, yang terangkai dari tasbih, tahmid, tahlil dan takbir bisa sampai?
Beliau menjawab lagi : jika keluarga mayit membaca tasbih, takbir atau segala dzikir lillahi taala, lalu dihadiahkan kepada mayit maka hal itu akan sampai kepadanya.
Lalu bagaimana jika ada sekelompok orang yang berdzikir dengan mengkhatamkan Al-Qur_an pada awalnya, lalu berdoa untuk muslimin baik yang hidup maupun telah meninggal, lalu mereka berbarengan membaca tasbih, tahmid, tahlil takbir, hawqolah, kemudian bersholawat Nabi. Terkadang ada yang kurang berkenan karena disertai tepuk tangan, bahkan dzikir berhenti karena perlu mendengarkan (ceramah/qasidah/nasyid)?
Kesimpulan jawaban menunjukkan bahwa berkumpul untuk dzikrulloh, mendengarkan ayat-ayat Al-Qur_an begitu pula berdoa adalah amal sholeh. Bahkan termasuk taqorrub dan ibadah yang utama. Namun tidak kemudian dilangsungkan pada waktu atau tempat tertentu secara terus menerus, kecuali kebiasaan-kebiasaan yang sudah diajarkan Rasululloh.
Adapun penggunaan untaian tasbih untuk alat bantu berdzikir, beliau menerangkan bahwa bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangan adalah sunnah Rasululloh. Namun bagus juga penggunaan alat bantu semacam kerikil, biji-bijian atau yang lain, seperti halnya dilakukan oleh beberapa sahabat Nabi. Adapun penggunaan untaian tasbih atau sejenisnya, ada yang membolehkan ada pula yang sependapat. Tetapi sebetulnya jika niatnya baik maka hal itu tidak apa-apa. Sedangkan jika penggunaannya tidak perlu sekali atau bahkan hanya untuk diperlihatkan pada orang lain, maka ini jelas riya.
Suka artikel diatas ?, Silahkan Klik :
POSTING : Dzikir Syaikh Ibnu Taimiyah
SHARE : Bagikan untuk teman anda. Semoga bermanfaat dan terima kasih.